Sabtu, 26 Mei 2012

Entahlah

Entahlah, malam ini yang ada di benakku adalah engkau yang dedauan kering disungkur angin, diam membisu, pasrah terbelah, membusuk menjadi kompos bagi tumbuhku. Berlembarlembar memori yang setiap ujungnya hangus terbakar karena emosi jiwa kembali mengotori telapak tanganku. Masih saja lembarlembar ini menyisakan abu, lembarlembar diary yang setiapnya ada namamu, ada kisah tentang kita.


Entahlah, malam ini ingin sekali aku membacanya, mewujudkannya dalam imaji fragmen cinta yang setiap adegannya adalah engkau dan aku. Ada kekeh panjang, ada bahak lebar, ada senyum manjamu, ada cemburu kita, ada cumbuan kita, ada segala tentang kisah kita. Kubaca dengan senyum hingga sampai imajiku pada adegan terakhir fragmen cinta,… oh… aku urung membacanya, aku tak sanggup mewujudkan dalam imaji fragmen cinta karena aku belum menyiapkan pincukpincuk daun untuk menampung airmata.


Entahlah, malam ini aku enggan menyelesaikan fragmen ini, mungkin esok pagi saja kala bisa ku petik dedaun yang berembun agar saat airmata mulai berloncatan keluar ada teman bermain dalam pincukpincuk daun.
Lalu mata ini berlarian ke rakrak buku, ke laci almari dan mejaku, merabaraba, tak ada yang tertangkap dalam kepekaan. Kemudian mata ini terpaku pada sebuah kotak berwarna merah jambu, kotak yang sangat jelas ku ingat adalah kotak suratsuratku. Ada jutaan katakata saling tindih disana, mungkun juga saling bercanda dan bercerita tentang waktu berpijak mereka yang tak sama.


Ku buka kotak merah jambu dengan senyum, ku ambil segepok suratsurat bertulis namamu, benar… ini surat cinta darimu. Surat cinta yang telah lusuh usang berlumur lumpur jaman, berurutan ia dari terawal. Kemudian ku ambil yang terakhir dan kuselipkan pada diary halaman terakhir.


Entahlah, malam ini aku ingin membaca semua suratsurat cinta darimu yang berpuluhpuluh lembar itu, yang enam tahun berjalan dan terhenti itu. Kita telah menelorkan jutaan ukiran kata pada puluhan surat cinta yang tercipta, berlipatlipat suka dan duka disana, adakala hurufhuruf itu menonjoknonjok bibirku hingga ‘mecucu’, adakala katakata itu menggelitik bibirku hingga tersenyumku, adakala kalimatkalimat itu mengerutkan dahiku. Betapa kita telah mencipta suatu kisah cinta yang terhebat untuk kita, mungkin dunia. [aku tersenyum].


Aku yakin, engkau tak akan pernah bisa melupakan kisah cinta yang dahsyat ini, karna disana kita telah menikmati segala apa pada cinta. Kita telah merubuhkan pagarpagar, kita telah tumbangkan pohonpohon, kita telah taklukkan gununggunung, kita telah sebrangi lautanlautan, kita telah susuri sungaisungai, kita telah selami palung dan selat, kita bisa benarbenar tertawa, kita bisa benarbenar menangis. Peta Cinta hampir selesai tercipta, telah jelas selatan dan utara.


Namun entahlah, fragmen ini kembali terhenti pada halaman terakhir diary dan pada sepucuk surat terakhir. Aku ragu tuk menyelesaikan fragmen imaji ini, tapi.. fragmen ini harus berakhir. Degup jantung kian cepat, poripori muntah, mata memerah, tangan gemetar saat buku harian ini telah berada dalam genggaman, dan aku harus menyelesaikan fragmen cinta imaji ini, saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar